"Rarainan (Hari Suci) Umat Hindu Bali"

Selasa, 12 Februari 2013
PAGERWESI
Pagerwesi jatuh pada setiap Budha Kliwon Sinta. Jadi dirayakan setiap 210 hari. Pada hari ini, umat Hindu-Bali di Buleleng melaksakan upakara persembahan kepada leluhurnya (Guru Reka) di setranya. Perayaan ini menunjukkan kasih sayang antara anak (sentana) dengan leluhur (guru rupaka) yang telah meninggal. Lontar Sundarigama menjelaskan, pagerwesi sebagai hari pemujaan terhadap Sang Hyang Paramesti guru, yakni Ida Sanghyang Widhi yang diwujudkan dalam bentuk guru. Pada hari raya ini, umat Hindu mempersembahkan upakara babantenan yang terdiri dari satu buah daksina, suci asoroh, peras, penyeneng, ajuman, sesayut panca lingga, dan canang wangi lengkap dengan raka-raka (buah-buahan).
Persembahan ini diaturkan di Sanggah Kamulan, stana Bathara Guru. Untuk ayaban, masing-masing orang harus disiapkan sasayut pageh urip dan prayascita. Pada tengah malam, umat hendaknya melaksakan yoga semadhi. Selain itu, umat hendaknya juga melakukan caru terhadap Panca Mahabhuta, sesuai warna tempat mata angin. Segehan ini dipersembahkan di halaman sanggah. Hal ini juga perlu dilengkapi dengan segehan agung, yang dipersembahkan di pintu luar pekarangan.

GALUNGAN
Hari raya Galungan jatuh pada setiap Budha Kliwon Dunggulan. Dunggulan juga disebut Galungan, artinya kemenangan. Jadi, perayaan ini merupakan perayaan hari kemenangan antara dharma (kebenaran) melawan adharma (ketidakbenaran). Hari raya ini dipersiapkan dengan sangat matang sejak enam hari sebelumnya. Yakni mulai Wraspati Wage Sungsang yang disebut Sugihan Jawa. Sugihan berasal dari kata sugi yang berarti pembersihan. Jawa mengandung makna luar. Jadi, hari ini merupakan hari untuk membersihkan sesuatu di luar diri manusia. Misalnya, mengadakan pembersihan di pura-pura, sanggah dan sebagainya. Pada saat ini, umat juga melakukan persembahan kepada Ida Bathara, yaitu berupa bung-bunga harum (puspawangi). Umat manusia diwajibkan ngayab sasayut katututan (lihat lontar Mpu Lutuk sasayut). Mereka yang mendalami Kadyatmikan diharapkan mengadakan yoga semadhi.
Lima hari menjelang Galungan (Sukra Kliwon Sungsang) disebut Sugihan Bali. Pada hari ini, umat sebaiknya melakukan pembersihan diri pribadi dengan memohon tirta gecara dan penglukatan pada seorang sulinggih.
Tiga hari sebelum Galungan, yakni Radite Pahing Wuku Dunggulan, merupakan hari turunnya Butha Amengkurat. Hari ini juga, disebut penyekeban. Penyekeban mengandung makna pengekangan diri dari gangguan bhuta kala. Pada hari ini umat mengadakan kegiatan nyekeb pisang dan tape untuk persiapan hari raya. 
Sehari setelah penyekeban (dua hari sebelum Galungan) disebut hari penyajaan. Pada hari ini, umat biasanya membuat jajan untuk hari raya. Pada hari ini, umat yang mendalami kadyatmikan diharapkan beryoga semadhi untuk mendekatkan bhaktinya kepada Tuhan. 
Setelah penyajaan (sehari sebelum Galungan), yaitu Anggara Wage Wuku Dunggulan disebut penampahan. Pada hari ini, umat biasanya memotong babi untuk persiapan upacara. Di setiap Desa dan Banjar terutama pada perempatan jalan-biasanya dilaksanakan caru. Demikian juga pada setiap pekarangan rumah, umat diwajibkan mempersembahkan segehan tri warna.Tandingannya menurut urip arah mata angin. Timur berwarna putih dengan urip lima, Selatan berwarna merah dengan urip sembilan dan Utara berwarna hitam dengan urip enam. Caru ini berisi daging olahan babi. Segehan ini mesti dilengkapi dengan segehan agung yang berisi tatabuhan tuak arak. Segehan ini diletakkan pada halaman sanggah atau mrajan dan pintu keluar pekarangan rumah. Pada upacara ini disebut Sang Bhuta Galungan. Khusus umat Hindu yang laki-laki diwajibkan mabyakala, prayascita, dan ngayab sasayut. Umat yang memiliki senjata dan pakaian perang, mesti melakukan penyucian dan majaya-jaya (artinya: doa kemenangan). Upacara ini mesti dipimpin pendeta. Sedangkan, umat yang mendalami kadyatmikan diwajibkan beryoga semadhi. 
Pada sore harinya, umat Hindu mesti menghiasi tempat-tempat suci dengan beberapa atribut. Atribut itu antara lain lamak, candigan, capah dan aneka jenis plawa (daun-daunan).
Pada setiap pintu pekarangan, umat mesti menancapkan penjor lengkap dengan sarana persembahannya. Setelah lengkap dengan semua sarana ini, umat kemudian siap untuk merayakan Galungan.
Pada hari raya ini, uamt Hindu biasanya mempersembahkan beberapa jenis babantenan antara lain tumpeng penyajan dengan sate babi yang beraneka jenis, datengan, ajuman, dan bayuan. Banten ini dijadikan satu unit, dipersembahkan pada tempat-tempat yang dipandang suci. Umat juga mengaturkan persembahan ini dibeberapa tempat, seperti tempat tidur, lumbung, tugu, dapur, penghulun setra, penghulun desa, penghulun sawah, hutan, laut dan gunung. Sementara itu, di Sanggah atau Mrajan wajib mempersembahkan tumpeng penyajan, penek wakulan, ajuman, sedahwoh, kembang payas, wangi-wangian dan pasucian. Sedangkan banten di pesambyangan (pyasan) terdiri dari tumpeng pengambyan, jerimpen, pajegan, gebogan dan sodaan lengkap dengan olahan daging babi. 
Umat hendaknya mengaturkan banten ini pada pagi hari dengan perantara asep menyan, puspa wangi dan astanggi. Upacara ini didiamkan semalam Upakara ini baru bisa dianggap selesai pada keesokan harinya dengan melaksanakan tatabuhan. Hari itu disebut Umanis Galungan. Pada hari ini umat hendaknya melakukan upacara pembersihan diri (asuci laksana). Biasanya dengan air suci di mata air, berkeramas, dan matirta air kumkuman. Setelah itu, umat ngayab bekas persembahan Ida Bhatara. Setelah melakukan upacara ini, umat bisa melakukan upacara Dharma Shanti, yaitu saling mengunjungi antara keluarga dan tetanggga.

*bersambung ...

0 komentar:

Posting Komentar